Rabu, 02 Februari 2011

ANALISIS FENOMENA BERPACARAN

Seperti yang telah diketahui, bahwa didunia ini Allah SWT menciptakan segala sesuatu itu berpasangan. Ada hitam-putih, ada baik-jahat, manis-pahit, ada gula ada semut, depan belakang, atas bawah, kanan kiri, dan masih banyak lagi. Namun yang paling sakral terkait perasaan satu sama lain mengenai cinta adalah PRIA dan WANITA. Tidak ada manusia yang dapat mengingkari kodrat untuk mencintai lawan jenisnya terkecuali manusia abnormal. Tidak usah dipaparkan lagi, mengingat tindakan abnormal tersebut sekarang sudah marak di berbagai media, bahkan ironis sekali, perbuatan tersebut sekarang sudah berani dilakukan di depan khalayak.
Salah satu bagian atau babak kehidupan manusia adalah masa dimana seorang anak manusia mulai menyukai dan atau merasa nyaman dengan lawan jenis meupun sesama jenis yang lazim disebut dengan cinta. Dari dahulu pujangga berusaha untuk mengungkap rahasia di balik cinta. Ibarat manusia adalah tumbuhan sedangkan cinta adalah air, dimana keduanya saling melengkapi dengan kekuatannya untuk bertahan hidup menghadapi segala ujian dan rintangan..
Cinta adalah anugrah dari Sang Pencipta yang begitu besar maknanya bagi kehidupan. Karena dari cinta, akan timbul berbagai perspektif pandangan mengenai rasa, asa, dan bahasa. Rasa menunjukan suatu hal ihwal dari benak diri untuk menikmati indahnya hidup dengan cinta. Asa yaitu suatu bentuk pengharapan yang sangat spasial untuk mengarungi peliknya hidup yang sirat akan ujian, tantangan, dan hambatan. Karena dengan cinta, asa yang pelih , tereliminir dengan penuh kedamaian. Sedang dari bahasa, menunjukan cinta dapat menampilkan nilai estetika yang sangat klimaks melalui pelafalannya. Walaupun abstrak, hal tersebut dapat dirasakan secara nyata dalam realita hidup yang semakin tabu.
             Cinta adalah sebuah penerimaan tanpa sebuah tuntutan, dia bukan sebuah keegoisan untuk setiap ketidakberdayaan, tapi dia adalah penopang untuk setiap kekalahan. Cinta adalah kepasrahan jiwa, sebuah keindahan tanpa sebuah kecemburuan, karena cemburu akan menjadikan cinta sebagai awal sebuah perpecahan
Cinta seorang laki-laki kepada wanita dan cinta wanita kepada laki-laki adalah perasaan yang manusiawi yang bersumber dari fitrah yang diciptakan Allah SWT di dalam jiwa manusia , yaitu kecenderungan kepada lawan jenisnya ketika telah mencapai kematangan pikiran dan fisiknya.
"Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri , supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya , dan dijadikan-Nya diantara kamu rasa kasih sayang .Sesungguhnya pada yang demikian itu benar- benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir (Ar Rum ayat 21)
Dua sejoli, ditakdirkan hidup berdampingan dan berpasangan . Mengingat nenek moyang kita selaku nabi pertama, manusia pertama, Adam As. pun hidup berdampingan dengan lawan jenisnya., Siti Hawa. Benih-benih cinta yang dituai oleh mereka begitu indah namun membuat mereka hanyut dalam kefanaan.Karena bujukan setan selaku makhluk yang dikutuk oleh Allah, menjerumuskan Adam Dan Hawa untuk terjun ke dunia dan meninggalkan indahnya surga  Ini membuktikan, cinta perlu ada batasan agar tidak terseret dalam bujukan dan implikasi negatifnya. Dengan landasan imanlah cinta akan selalu berorientasi kepada kebenaran. Cinta kepada Allah, haruslah melibatkan segala aspek jiwa dan raga yang tidak bisa di stratakan dengan hal-hal lain.
Kata cinta, identik dengan apa yang disebut dengan pacaran. “Pacaran”, sebuah kata yang sangat menarik untuk dibicarakan. Seakan tak ada usainya, sepanjang roda dunia ini masih berputar. Pro-kontra mengenainya pun sudah ada sejak pacaran itu sendiri ada, yang menurut saya sudah ada sejak diciptakannya Hawa–ibubangsa manusia.          Adalah hal yang wajar bagi generasi muda untuk selalu ingin tahu tentang segala sesuatu, bahkan akan menjadi aneh bila orang muda tidak ingin banyak tahu. Demikian juga tentang pacaran, generasi muda Islam saat ini pun seringkali menanyakan hal pacaran. Namun kebanyakan yang ditanyakan adalah mengenai fikih
Pacaran menurut khalayak umum dapat diartikan sebagai suatu proses penjajakan, pengenalan antara dua lawan jenis dengan melibatkan istilah “ sayang " dan " cinta " sebagai alasan menjalin hubungan tersebut. Sikap saling perhatian satu sama lain akan timbul seiring hubungan yang berjalan. Diikrarkan dalam satu ikatan dengan istilah anak muda sekarang yaitu " jadian" maka status pacaran sudah dapat diraih oleh sepasang manusia yang saling mencinta. Bukan zaman Siti Nirbaya lagi yang mengedepankan tuntutan hidup dengan cinta dari sebuah kekayaan dan kehormatan, namun sekarang sudah saatnya cinta berbicara dari perbuatan, tingkah dan ucap demi tercapainya suatu hubungan yang selaras, serasi, dan seimbang.
Begitulah interpretasi khalayak umum mengenai pacaran dengan melibatkan cinta. Begitu variatif dogma-dogma  yang terkandung didalam cinta yang dapat menimbulkan pro dan kontra. Namun keseluruhan tentang cinta menunjukkan orientasi yang baik untuk kehidupan manusia.
Kembali pada pokok permasalahan utama mengenai "pacaran" Tema yang sangat menarik untuk dikaji, mengingat masalah yang timbul antara   pro dan kontra menghadirkan persepsi beragam Menurut saya pacaran adalah sebuah usaha dimana laki-laki dan wanita menjalin sebuah hubungan dimana terdapat 3 faktor yaitu :
-          Motivasi
-          Evaluasi
-          Introspeksi dan mawas diri.
Motifasi adalah dorongan kuat untuk berbuat lebih baik atas kemauan yang bias berasal dari dalam diri maupun dari luar.
Disini kekuatan cinta dalam pasangan begitu dahsyat sehingga dari keduanya timbul I’tikad untuk menjadikan salah satu dari pasangan ataupun sebaliknya sebagai acuan dan dorongan. Maksudnya dengan status pacaran yang dimiliki, kredibilitas, intelegensi, serta kapabilitas untuk bekerja ataupun melakukan sesuatu menjadi lebih terarah karena tujuan yang dicapai. Misalkan seorang siswa SMA ataupun SMP yang sedang mengalami masa pubertas dilanda dilemma dalam proses belajar mengajar. Dia kesulitan berkonsentrasi dalam memahami materi dalam KBM disekolah. Siring waktu berjalan, dia menemukan sosok ideal vigor wanita/pria sebagai motifator dia untuk lebih semangat lagi dalam belajar. Hal tersebut tentu sangat membantu kepada individu yang sedang terpuruk  dari sebuah dilemma kehidupan.
Namun tidak menutup kemungkinan dari pacaran tersebut bisa menghancurkan sesame, karena penyiasatan yang tidak terarah sebagai implikasi penyelewengan dari komitmen yang dibuat.Tetapi jangan sampai hal tersebut menyulut kita untuk  bertindak diluar batasan moral yang ada.
            Apa itu evaluasi? Evaluasi disini dimaksudkan sebagai ajang mengoreksi satu sama lain dalam sebuah pasangan , dalam sebuah hubungan  jika didalamnya terdapat kesalahan, lantas diberi arahan agar kesalahan dan segala kekurangan tersebut dapat dieliminir dan dikaji sebagai bahan pembelajaran. Sebagai contoh, kekurangan yang dimiliki oleh si A dapat ditutupi oleh kelebihan si B, ataupun  sebaliknya. Dengan adanya evaluasi,  semakin memantapkan hati untuk selalu konsisten dalam menyikapi segala tindakan ucap, dan perbuatan agar tidak terjadi  kesalahan yang berakibat goyahnya suatu hubungan yang sudah terbina dengan baik.
Introspeksi dalam berpacaran yang dimaksud adalah sebuah tindakan dimana dengan kesadaran yang dimiliki pribadi seorang diri, akan selalu bercermin, menelaah diri, mencari dimana letak kesalahan  agar menemuai titik temu yaitu suatu sikap mawas diri/ rendah hati. Hubungannya dengan prosesi berpacaran adalah seseorang akan selalu berintrospeksi diri, tidak pernah bersikap arogan jika dihadapkan dalam masalah yang cenderung pelik. Dengan berpacaran yang terarah maka dampak positif akan terwujud dalam  sikap dan perilaku kita. Inilah yang dirasakan oleh saya ketika menyulam cinta dengan lawan jenis. Dimana, perilaku negatif yang biasa dilakukan, sedikit demi sedikit dapat dikurangi dengan perhatian dan dedikasi dari lawan jenis yang dimiliki.
          Dengan definisi dasar bahwa pacaran itu adalah interaksi dan saling mencintai, maka pacaran secara dasar hukum adalah netral. Karena interaksi dalam Islam itu adalah netral, akan tergantung bentuknya. Sementara tidak ada larangan bagi umat Islam untuk mencintai lawan jenisnya.

 Dengan demikian sekali lagi pacaran adalah netral, tergantung bagaimana kita melakukannya. Dengan netralnya pacaran, berarti pula ada pacaran yang Islami dan ada pacaran yang tidak Islami. Lebih lanjut lagi jika kita tinjau dari segi asal kata, pacaran berasal dari kata dasar “pacar”, yang artinya kurang lebih adalah seseorang –lawan jenis tentunya- yang kita cintai namun belum menikah dengan kita. Maka semakin jelaslah bahwa pacaran itu adalah netral. Karena sekali lagi bahwa mencintai seseorang lawan jenis adalah tidak terlarang dalam Islam. Seperti kisah Umar bin Abu Rabi’ah tentang seorang pemuda Arab yang lagi jatuh cinta, yang dilukiskan dengan begitu indah di dalam buku “Taman Orang-orang Jatuh

PERJALANAN AIR UNTUK BERWUDHU

Kulangkahkan dua derup kaki dari tempatku berkarya Sebelumnya terdengar muadzin mengumandangkan Adzan. Dia bukan Bilal Bin Robah.Dia hanya seorang pedagang asongan yang sedang duduk beristirahat dari kegiatannya berjualan. Kulanjutkan langkah yang sempat terhenti melihat pedagang , mungkin dia bernama Ujang, atau bisa juga dia bernama Johannes atau mungkin Susilo tidak memakai Bambang Yudhoyono tapi tak mungkin dia bernama Sri, Dewi, atau Lastri karena dia seorang lelaki tulen. Seharusnya tulisan ini tidak boleh kutulis kerena tidak ada makna apa-apa didalamnya. Namun biaralah, biar meramaikan cerita saja.
Kubuka pintu kamar mandi kecil disamping masjid itu. Toilet modern terpampang dengan eloknya. Begitu bersih, wangi dan higienis. Inilah tempat yang seharusnya menjadi tempat pembersihan diri. Bersih dari debu, dari sentuhan-sentuhan yang tidak perlu tersentuh ( apakah itu ? ), dari hadas kecil maupun besar . Selanjutnya kubuka kran air dengan perlahan. Biar dia juga mengalir tanpa tekanan. Karena jika ditekan tidak akan terkendali dan akhirnya membludak. Apakah juga itu ? Sudah jelas itu adalah air. Lalu kubaca niat dengan bahasa Indonesia karena aku tak hafal bagaimana bahasa Arab menterjemahkannya. Kubersihkan genggaman tangan yang penuh coretan bolpoin hingga tak menyisakkan noktah sedikitpun. Terus hingga ke celah-celah tangan yang intim, biasanya sekat jari jemari ku menyebutnya. Akhirnya dia bersih. Saya yakin itu karena memang benar-benar bersih. Memang tidak ada coretan-coretan lagi. Kemudian aku berkumur-kumur, dan ketika termuntahkan, banyak sisa-sisa makanan terkeluarkan. Ada butiran nasi, Daun bawang, cabai, hingga, serpihan daging ayam yang bersembunyi di serambi gigi dan gusi. Jorok terdengar tapi memang begini adanya. Seharusnya untuk lebih bersih lagi sebaiknya kita menggunakan siwak, sejenis pembersih gigi (sikat gigi : red) zaman Nabi dulu biar kotoran-kotoran yang bersembunyi itu berlari ketakutan. Namun karena tak ada, jadi menggunakan barang seadanya saja yaitu lidah dalam mulutku.
Begitu mulutku kunyatakan bersih, air kran itu terus menyapa dan kembali menyerang hidungku yang saat itu dalam keadaan berlnedir, atau istilah sakitnya bernama pilek atau istilah penyakit fenomenalnya itu influenza. Kukeluarkan dia tanpa menggunakan emosi karena jika kupakai itu, telinga akan terasa sakit Karena kalau tidak salah ada jaringan khusus yang menghubungkan telinga dan hidung .Aku lupa. Kalau tidak salah namanya saluran eustachius . Mohon dikoreksi tapi jangan diberi nilai merah jika aku salah, karena yang Maha Benar hanya Allah SWT.
Mungkin upil dan teman-temannya berbahagia bisa kukeluarkan namun tetap saja lendir dalam hidungku tak kunjung berhenti
Akhirnya sampai juga pada wajah. Wajahku yang jelek kusam dan kotor namun sepertinya semua itu adalah sebaliknya, kubersihkan dengan kedua telapak tanganku yang sudah kunyatakan bersih tadi.Kugosok hingga pelipis, tak lupa ku bersihkan alis tebalku karena dugaanku banyak debu hinggap disana. Kemudian disekitar hidung, dibawah bibir dan sekitar rambut tak lupa mereka kubersihkan dengan penuh kekhusuan. Lalu perjalanan air berlanjut untuk membasuh pergelangan tanganku hingga sikut. Mungkin harus sedikit melibatkan emosi disini karena kedua tanganku terkadang menyentuh atau tersentuh sesuatu yang tidak boleh disentuh tadi . Tiga kali kulakukan secara berulang dari lengan kanan menuju lengan kiri. Begitu seterusnya.
Sesudah bermain air cukup banyak, sekarang saatnya bermain dengan sedikir air. Kran air tersebut tak kukecilkan tekanannya. Namun intensitasku mengambil air dibatasi. Kubersihkan kepala terutama rambut hingga mengakar bersih. Karena aku yakin kutu-kutu dalam rambutku perlu minum. Bukan itu ternyata, tapi debu, keringat pasti tersimpan dan berakumulasi disini. Belum lagi sisa berpikir kotorku kutakut masih hinggap dikepalaku, maka kubersihkan dengan maksud menyejukkan pikira-pikiran tak karuan seperti itu.
Telingaku yang sering kugunakan untuk mendengar sesuatu yang seharusnya tidak kudengar, tak luput kubersihkan dengan telunjuk tanganku. Sampai begitu bersih hingga ke sekat belakang telinga yang menghubungkan telinga dan rambut. Mudah-mudahan telinga yang kotor oleh dosa ini, menjadi steril untuk lebih bisa mendengarkan sesuatu yang patutnya didengar.
Terakhir sebagai pamungkas adalah kubersihkan dan kuseka kaki yang kupakai untuk melangkahkan ke tempat yang baik , kurang baik, sangat baik, cenderung baik, buruk, sangat buruk, bahkan begitu sangat buruk. Kubersihkan hingga ke sela-sela jemari kaki. Kugosok telapak kaki yang kotor dan berliku oleh penyakitn dalam istilah Sunda yaitu “perpecahan suku a.k.a rorombeheun” atau dalam istilah kedokteran kulit adalah kaki pecah-pecah. Kemudian tumit yang hitam juga ikut kubersihkan. Begitu seterusnya hingga selesai dan tentunya sejumlah tiga kali berturut sama dengan yang lain.

Alhasil ceritaku berwudhu berakhir dengan tutupan doa sesudah wudhu yang aku sendiri sampai sekarang tidak bisa menuliskan huruf Arabnya dengan baik ..
Langkahku yang panjang kulanjutkan untuk menemui Sang Empunya pemilik Kekuasaan Tiada Tara Bandingannya, Robbi Robbi Allah ..
Tentunya aku shalat dengan muadzin yang tidak kuketahui namanya tadi dan beberapa jemaat lainnya. Begitu nikmatnya berwudhu hingga kubisa menjabarkannya menjadi sebuah cerita perjalanan ..


                                                                                                                Lupa tanggal menulis …

Senjata dan Pelurunya

Senjata dan Pelurunya

Senjata ini baru saja selesai kubuat
Ada 3 peluru yang kusimpan dalam martilnya
Peluru itu kubeli dengan harga tak murah
Kutaruhkan nyawa meraihnya dengan keringat dan samudera doa terucap

Kau tau senjata apa itu?
Mungkin tak sekelas Ak 47 yang dipakai perampok membunuh polisi kemarin
Atau seperti yang ditentengkan anggota Densus 88 membasmi gerombolan AMROZI Cs 8 tahun silam

Kau tidak akan sempat tau untuk meneliti itu
Karena aku sendiri belum bisa mencari instrumennya dengan baik
Variabelnya begitu sulit kudapat
Hipotesisnyapun tak bisa teruji dengan teori

Dan akhirnya senjata itu akhirnya bernama
Senjata itu kuberi nama …. MIMPI ..
Peluru itu adalah perjuangan, cinta, dan harapan
Dan inilah senjata yang nantinya akan mampu menaklukan kenyataan


Cimahi. 23 September 2010

MaafMU

Tuhan, bolehkan aku menghindariMu memuji walau hanya sekejap saja?
Melakukan rutinitas yang Kau ketahui dan aku berusaha sembunyi
MengenyampingkanMU dan lupa akan siapa DiriMU
Itulah kejujuran dari realitaku Tuhan
Dusta yang selalu menanam dan tertuai dalam aspek hidupku

Tuhan, tanpa sadar aku selalu berlaku begitu
Aku tahu dimana aku berada
Aku selalu lupa akan dimana DiriMU
Aku seakan tabu mengaku
Pahala yang aku harap, pasti sirna dan tak datang
Dosa yang tak kuinginkan, pasti menjelma dan akan terkoleksi olehku

Tuhan, berikan maafMU padaku
Engkau Dzat Yang Maha Pemaaf
Engkau Dzat dari segala Dzat yang tiada Batas dan Luasan
Aku tak ingin hancur dari keadaan
AKu tak ingin menyerah dari doa

Tuhan, aku berjanji dalam hati
Akan selalu ingat dan tak akan mengkhianati kenikmatan yang telah Engkau beri


Cimahi, 23 September 2010

HUJAN

Hari ini hujan turun tersipu malu . Awalnya datang sendiri kemudian mengajak rekannya menghampiriku yang sedang duduk sendiri  pula melamuni sebuah ketidakpastian dari sebuah keputusan . Hujan yang datang ditemani suara menggelegar dari petir yang membahana membuat syahdunya udara Cimahi hari ini. Udara dingin jelas terasa menusuk kulit . Memasuki ruang berpikirku dan menorehkan sebuah rasa melankolis. Apakah hujan kali ini membawa pesan tersimpan?atau hanya meramaikan prakiraan cuaca Badan Meteorologi dan Geofisika saja? Atau mungkin bahkan hujan hanya sebuah hujan dengan pengertiannya yang beragam dengan proses yang tidak sederhana dibuatnya. Atau sekali lagi bisa merupakan sebuah misteri Tuhan yang kerap terjadi untuk insannya di dunia yang kemudian akan merasakan nikmatnya.
Hujan telah menyeretku berpikir lagi dan lagi untuk menulis. Kedua tangan yang saat ini sedang gemetar, kemudian tubuh menggigil karena dingin, serta instrument musik yang berbunyi tak henti, mendorongku berbuat dan berucap lewat kata dan kata kembali. Ada sebagian persepsi tak tersampaikan dengan baik. Tapi selanjutnya menjadi bahan renungan untuk kehidupan saat ini, dan mungkin bisa pula untuk masa esok, esoknya lagi, dan seterusnya. Dan bermuara pada suatu titik temu dimana segala kemungkinan bisa terjadi.
Apakah yang sedang kurasa saat ini? Mungkin aku tak pandai merangkai kata dengan maknanya lewat tulisan . Tapi aku berusaha mengungkapkan dan meluapkan keresahan yang sedang dirasa selama ini kepada ketidakadilan. Ketidakadilan terhadap diri sendiri, tehadap waktu, terhadap orang-orang yang seharusnya termuliakan, dan ketidakadilan terhadap kehidupan kejam diluaran sana. Hari ini berbicara tentang bahagianya para politisi duduk dengan jas rapi, merapatkan barisan kursi, membicarakan kondisi bangsa ini. Perbedaan pendapat muncul, perdebatan terjadi, dan berakhir lagi lewat sebuah ketidakpastian. Besoknya peristiwa bencana alam dan kasus-kasus criminal terjadi, Esoknya lagi heboh peredaran Video porno dikalangan public figure negeri ini, Besoknya lagi tentang amandemen undang-undang dasar dan besoknya lagi kritik dan demonstrasi merumpuni penjuru negeri akibat putusan politisi yang berakhir dengan ketidakpastian yadi. Ketidakpastian apakah merasa akan diuntungkan, atau malah dirugikan. Sungguh bingung untuk direnungi apalagi diberi solusi.
Perutku keroncongan karena sengaja kubuat dia lapar. Bibirku kering karena sengaja kubuat dia haus. Tubuhku kotor karena sengaja kubuat dia bau. Mataku perih karena sengaja pula kubuat dia sakit. Semua kulakukan bukan untuk ajang menyiksa diri, tetapi sebagai renungan pemikiran betapa besar kenikmatan yang telah Tuhan berikan padaku. Terkadang organ tubuh ini tak bisa kugunakan sesuai fitrahnya. Terkadang pula kugunakan untuk meniadakanMu sesaat dalam hati ini. Sungguh memprihatinkan dan dilematis untuk seorang dengan tittle mahasiswa penuh liku hidup sepertiku.

Hujaaaaaannn ..kapankah engkau kan berhenti?
Berhenti menghentikan kekejian hati dan mengendalikan situasi berpikir
Merancang ide dan solusi permasalahan pelik
Dan selanjutnya mengalir membasuhi ketidaktentraman batin ..


Hujaaaan .. terimakasih karena engkau begitu anggun turun membasahai
Begitu syahdu bersanding bersama petir-petir
Dan memberikan mata air inspirasi …


Ditulis saat hujan turun dengan rapi dan dari dulu tetap saja begitu
Cimahi, dengan tanggal dikalender adalah 24 Sepetember 2010 M

Teh manis dan keinginan

Saat ini aku sedang terdiam dan hanya ditemani oleh secangkir teh manis . Tak ada rokok, kue ataupun makanan ringan lainnya. Bukan karena apa atau mengapa, tapi karena aku bukanlah seorang perokok dan memang saat ini sedang tak ada apa-apa diruangan yang sempit dan hanya berventilasi kecil. Tetapi dari ruangan ini aku mampu menuangkan segala hasrat, ide, hasil pemikiran dari akumulasi membaca, menyimak, dan merasakan kondisi yang ada diluaran sana. Ketika orang hari ini sedang sibuk mencari materi, orang-orang sibuk menambah sesuatu yang kurang dari dirinya, mencari apa-apa yang belum terwujudkan, sampai-sampai orang hari ini tak memperdulikan apa yang akan mereka alami esok harinya, aku masih duduk dan belum bergerak. Merasa malu dengan predikat seorang mahasisiwa yang berumur 21 tahun, belum bisa mempersembahkan sesuatu yang berharga untuk dirinya. Untuk dirinya saja belum mampu apalagi untuk orang lain. Dan jangan juga berbicara untuk bangsa, ataupun agama. Aku merasa menjadi makhluk kerdil dengan segala keterbatasan. Namun aku akui aku hanya bisa menulis dari secarik kertas ini. Harapku tak banyak dan tak lebih . Aku hanya ingin berada dalam posisi ketenangan dengan keterbatasan . Obsesi yang masih tertidur  ini, masih belum bisa terbangunkan. Berjuta keinginan dan mimpi duniawi masih membelenggu ruang berpikir dalam otak kiriku. Dilema. Apakah harus kuwujudakan atau kuukir saja itu hanya menjadi sebuah angan. Sebuah cita-cita tak berujung. Sebuah rasa yang tak pernah memenuhi titik temu.
Begitu pilu saat menyaksikan orang tertawa berbahagia dengan kelebihan yang mumpuni dan mereka sandingkan diatas kekuasaan yang prestisius. Aku lanjutkan perjalanan berpikir ini saat melihat kebahagiaan orang-orang miskin diatas derita dan kerasnya perjuangan hidup. Tak ayal, hati ini tak kuasa menjerit, tak ada daya meronta dan tak mampu berbuat banyak . Hanya doa yang bisa aku lantunkan.
Dua paragrap diatas kubuat dengan segala kerendahan hati dan tak ada maksud menunjukkan ketidakmampuanku menerima keadaan. Aku hanya sebuah  rencana. Aku hanya sebuah sandiwara. Yang nantinya akan menjadi sebuah pertunjukkan. Disaksikan banyak orang, mendapat sanjung puji, dan kebanggaan untuk diri sendiri. Ya Allah Tuhan Semesta Alam, semoga aku mampu berbicara dengan tindakan. Hindarilah aku dari ujub dan angkuh dalam menerima hal yang lebih dan jauhkanlah aku dari keputusasaan menghadapi takdir.Semoga…Semoga…Semoga.
                                                                                                                Cimahi, 23 September 2010
                                           Ditulis di tempat yang sesak akan oksigen dan dipenuhi tulisan-tulisan tak berguna

PESONA DAN TANGISAN SI KOTA KEMBANG

Oleh : Dea Fauzia Abdillah
Bandung, Bandung, Sasakala Sangkuriang
Dilingkung Gunung, Heurin Ku Tangtung, Puseur Kota Nu Mulya Parahyangan
Bandung, Bandung, Pangbeubeurah Nu Nandang Muyung

Judul tulisan ini bernama PESONA DAN TANGISAN SI KOTA KEMBANG. Diawali dengan sedikit penggalan lagu yang menceritakan tentang keindahan dan pesonanya si kota kembang, namun ternyata tak luput dari kisah pilu dan kesedihan mendalam. Judul yang bermakna kontradiktif ini sengaja disandingkan agar pembaca sekalian dapat mengetahui kondisi Bandung kekinian maupun  elegansinya di masa lalu.
Bandung secara administratif terpilah menjadi beberapa wilayah. Wilayah-wilayah tersebut terbentuk hasil dari pemekaran dan menjadi daerah yang memiliki otonomi khusus. Tersebutlah Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Bandung Barat. Semua wilayah tersebut adalah satu kawasan dimana kita sebut dengan penamaan istilah Kawasan Cekungan Bandung.
Bandung adalah sebuah kota yang memiliki nilai eksotisme yang sangat tinggi. Bandung dengan sebutan kota Kembangnya, karena begitu hijau dan rindang akan pesona alamnya. Sebutan yang cukup fantastis adalah, Bandung memperoleh nilai kesetaraan dengan Kota Paris di Prancis, sehingga mendapat julukan The Paris Pan Java. Bandung dengan kota fashionnya dengan berbagai aneka kreasi factory outlet, clothing dan distronya. Bandung dengan klub sepakbola kesayangannya PERSIB. Bandung dengan wisata kulinernya di setiap penjuru sudut kota. Bandung dengan barometer musik baik indie maupun major label dari melankolis hingga Death Metalnya. Bandung dengan industri kreatif dan kerajinannya, dan masih banyak lagi sebutan untuk kota yang menjadi kebanggaan masyarakat Sunda ini. Hal ini menunjukkan bahwa Bandung tidak pernah mengenal kata mati untuk maju dan berkembang. Mencerminkan kekuatan yang akan menjadi senjata kebanggan di era globalisasi. Tetapi dari semua sebutan itu, ada yang luput dari pengamatan kita. Apakah ini sejalan dengan prinsip hidup kita untuk selalu berkonsisten menjaga kelestarian alam di Bumi Priangan ini? Ataukah terus mengejar popularitas eksistensi dalam dunia globalisasi tanpa peduli dengan keadaan masa lalu dan masa kini?
Menurut Budi Brahmantyo,seorang peneliti dari Departemen Teknik Geologi Institut Teknologi Bandung (ITB) mengutarakan bahwa Bandung memiliki sejarah alamnya yang luar biasa. Dari laut bertaman karang yang indah pada Zaman Tersier Kala Oligo-Miosin 30 – 20 juta tahun yang lalu, berubah menjadi daratan bergunung api pada Kala Pliosin 5 – 4 juta tahun yang lalu. Pada Zaman Kuarter 2 juta tahun yang lalu, seluruh Jawa Barat mulai terangkat menjadi daratan, menjadi pegunungan dengan dihiasi gunung – gunung api aktif. Letusannya silih berganti: Gunung Sunda Purba meletus dahsyat berkali – kali. Gunung – gunung lain meletus susul menyusul: Gunung Tampomas, Ciremai, Syawal, Galunggung, Guntur, Papandayan, Cikurai, Patuha, Gede – Pangrango, dan Krakatau.
Pada Zaman Kuarter, sekitar 135 ribu tahun yang lalu, Danau Bandung terbentuk. Genangannya yang luas mengisi seluruh daratan tinggi Bandung dari Rancaekek hingga Saguling pada ketinggian antara 710 – 715 m di atas permukaan laut sekarang. 16 ribu tahun yang lalu, seiring dengan turunnya permukaan air laut, air danau menerobos perbukitan Saguling membelah dan membentuk lembah antara Pasir Larang dan Pasir Kiara, mengeringkan danau Bandung. Airnya kemudian mengalir pada lembah Sungai Citarum menerobos Gua Sangiangtikoro, dan terus mengalir ke utara. Jadi, tempat mengeringnya danau Bandung berada jauh ke arah hulu pada punggungan bukit Pasir Larang-Pasir Kiara, tidak di Sangiangtikoro.
Pada masa – masa mengeringnya danau Bandung antara 16 – 3 ribu tahun yang lalu, daratan Bandung menjadi ranca (rawa) yang becek yang menjadi tempat berjejalnya badak-badak dan hewan-hewan lainnya. Inilah padang perburuan yang menggiurkan dimasa purbakala. Dengan bersenjatakan tombak bermata batu obsidian yang keras dan tajam, manusia-manusia prasejarah leluhur orang Jawa Barat beranjak dari kampung-kampung purba di lereng-lereng perbukitan sekeliling Bandung menyerbu hewan buruan di daratan dan ranca di bawahnya.
Batu obsidian yang ditambang di Kendan, Nagreg: dan mungkin pula dari Gunung Kiamis, Garut, dibawa leluhur kita menyusuri jalan-jalan setapak antara Garut, Leles, Parakanmuncang, Cileunyi, Cinunuk, Cilengkrang, dan Cikadut hingga dibuat berbagai alat dan senjata di bengkelnya di kawasan Situ Cangkuang di Leles, Garut, dan di bukit Dago Pakar, Bandung Utara.
Sementara itu, koloni yang lain menjelajah perbukitan kapur di Citatah dan menemukan tempat yang nyaman untuk tinggal : sebuah gua yang sekarang dinamakan Gua Pawon, serta ceruk-ceruk batu kapur yang banyak terdapat pada perbukitan kapur di bekas laut dangkal ini. Budaya karuhun kita ternyata luar biasa. Mereka telah mengenal api, membuat peralatan dari batu dan tulang, membuat perhiasan dari gigi ikan hiu, membuat kendi-kendi dari tanah. Mereka mungkin menjelajah Garut dan Sukabumi Selatan, dan membawa pulang batu-batuan yang tidak ditemukan di sekitar Bandung. Mereka membawa oleh-oleh berupa gigi-gigi ikan hiu yang dirangkai menjadi kalung, dan kemudian menjadi hiasan kubur bagi orang yang mereka hormati. Orang yang mereka kubur dalam penghormatan tinggi, tahun 2003 kerangkanya tergali meringkuk tenang di Gua Kopi (di Gua Pawon).
Itulah sejarah singkat mengenai Bandung yang ditulis oleh Budi Brahmantyo. Begitu indah sejarah sebuah kota kecil bernama Bandung dengan segala kehormatannya. Bandung masa lalu yang indah kini berubah menjadi  Bandung yang ramai akan kreativitas dan karyanya. Fasilitas umum dari mulai hotel, apartemen, sarana olahraga, pusat perbelanjaan, FO, clothing dan Distro, dan masih banyak lagi hal yang bisa kita temui dari keunikan wilayah yang terus mengedepankan prestasi. Namun, tanpa disadari pembangunan yang terus dikedepankan ini telah berimbas dan menghasilkan konsekwensi logis yang berakibat fatal . Tawa semula yang dapat dirasa kini secara perlahan berubah menjadi tangis berkepanjangan. Kebahagiaan dan keindahan Bandung masa lampau kini hanya dirasa sebagai sejarah belaka.
Pesona indah ini lambat laun bergeser menjadi luka. Bayangkan saja, dengan angkuhnya beberapa perusahaan yang mengatasnamakan dirinya berbuat untuk kepentingan orang banyak, secara membabi buta terus melakukan pembangunan di daerah Bandung Utara. Padahal, kita ketahui bahwa Kawasan Bandung Utara adalah kawasan konservasi dimana stabilitas daerah resapan air harus terus dijaga. Kerusakan lingkungan atas nama pembangunan ini terus terjadi. Alhasil, kekeringan di musim kemarau dirasakan oleh masyarakat Kota Cimahi, dan banjir pada musim hujanpun tak dapat dihindari. Daerah seperti Dayeuhkolot, Baleendah, Bojongsoang, Majalaya, seakan menjadi langganan banjir setiap tahunnya.
Pembangunan yang tidak terkendali saat ini tidak hanya merusak tatanan lingkungan saja tetapi telah menyentuh sebagian cagar budaya yang ada. Seperti contoh, penambangan pasir di daerah Cigugur ( dekat POLBAN) nyaris menggusur keberadaan Gua Jepang disana. Tergantikan oleh bangunan besar nan mewah yang tentu saja hal ini sangat merugikan kita selaku masyarakat yang menjaga situs-situs sejarah.
Di belahan Barat Bandung pun tak urung mengalami kerusakan alam yang sangat parah setiap tahunnya. Kawasan bukit kapur yang berada di Padalarang setiap harinya mengalami degradasi lahan yang sangat intensif akibat dari penambangan dan penggalian pasir yang berkala. Mungkin beberapa tahun lagi, bentangan alam indah ini hanya tinggal cerita saja dan kita tinggal menunggu masa-masa keruntuhannya.
Belum lama ini, di kawasan Cihampelas Bandung pun akan berdiri sebuah apartemen mewah yang diperuntukkan oleh golongan ekonomi menengah ke atas. Sungguh ironis, ternyata pembangunan ini didirikan diatas lahan yang memiliki nilai sejarah yang tinggi pada zaman kolonial. Lagi-lagi kita hanya menjadi penonton setia ketika kerusakan ini terjadi didepan mata kita.
 Sebetulnya, ini hanya sebagian kecil dari kondisi yang terjadi saat ini. Masih banyak masalah yang mungkin akan timbul setiap harinya diatas keadaan Bandung  yang sudah tidak berkawan. Setelah membaca hal ini, lalu terbesit dalam pikiran kita. Siapakah yang telah berbuat salah? Alam? Atau Manusia?Pemerintah atau masyarakatkah?
Tentunya bukan saatnya lagi kita mencari kambing hitam dari peristiwa yang telah terjadi. Mungkin alam sudah mulai bosan dan muak dengan arogansi kita yang sudah antipasti bahkan apatis dengannya. Ditambah lagi ketidaktegasan pemerintah dalam menangani permasalahan dan cenderung memihak segelintir orang yang hanya berorientasi pada kepentingan ekonomi. Memang, pembangunan yang baik adalah pembangunan yang dapat mengedepankan kepentingan hajat hidup orang banyak. Tetapi, apakah harus mengorbankan sejarah?haruskah mengorbankan alam dan lingkungan?
Frontier Mentality (mentalitas pembangunan) manusia pada dewasa ini telah mengalami sebuah dekadensi moral dimana tujuan serta labuhannya adalah materi, bukan lagi berorientasi secara holistic (menyeluruh) yaitu bersinergi antara kepentingan pribadi dan kepentingan umum yang dalam hal ini adalah alam dan manusia.
Semoga tulisan ini dapat menjadi bahan renungan kita bersama, untuk dapat bersikap kritis, peka dan aspiratif dalam menghadapi issue terkini yang menimpa tatar kebanggaan kita, Bandung Si Kota Kembang. Harapan elegansi dan pesonanya akan selalu kita perjuangkan guna menjaga eksistensi Bandung sebagai wilayah yang memiliki nilai dan budaya yang luhur serta senantiasa, walaupun kita secara langsung tidak merasakannya, kelak anak dan cucu kita lah yang meneruskan perjuangan ini . Semoga bermanfaat !!!!

Dek dikukumahakeun oge, Bandung ulah oyag ku jalma harak carita jeung kapentingan dunya , Bandung lain nu sasaha , tapi nu urang sarerea!!
Dea Fauzia Abdillah